TOMS Shoes Project

 

Every businesses now put their social value on their story board. Hmm.


Saya Suka Iklan Air Asia!

 

Iklan ini menurutku keren karena:

  1. Dia nggak teriak-teriak “belilah tiket anuuuu” atau “kecap ini nomor satuuu!!” seperti iklan Indonesia pada umumnya.
  2. Memanfaatkan insight bahwa orang Indonesia kebanyakan naik pesawat dan bepergian dalam rangka berlibur.
  3. Juga memanfaatkan insight bahwa orang-orang pada point 2 itu adalah para pekerja white collar, di kota, usia muda, lalu memvisualisasikannya dengan maksimal pada setting dan talent.  Sesuai banget sama target audience sasarannya.
  4. Ini bagian paling saya suka. Bunyi “Ting” di akhir iklan, serupa dengan bunyi reminder untuk mengencangkan sabuk pengaman saat di pesawat.

Padahal ya, nggak murah-murah banget sih Air Asia ini. Kalo kita bisa ngulik tiket di maskapai lain, seringkali bisa dapat lebih murah. But anyway, i love the commercial. 🙂


Kamu dan Batu

Teman-teman sudah berapa kali ikut tes penempatan kerja?

Sudah pernah coba yang ini belum? Ini enak deh buat iseng-iseng dibayangin. Iya, cuma butuh dibayangin aja kok.

Seandainya kamu, sebagai salah satu calon pegawai, datang ke kantor dalam rangka mengikuti sebuah tes kelayakan pegawai. Nah, saingannya ada 2 orang: jadi 3 orang yang melamar termasuk kamu. Kemudian 3 orang ini ditempatkan dalam sebuah ruangan tertutup. Di ruangan tersebut ada 100 bata dan 2 jendela. Kamu ditinggal selama enam jam di sana. Enam jam.

Apa yang kamu lakukan di dalam sana?

*dibayangin aja yaa* Oke, kalau sudah kepikiran lanjut klik Read the rest of this entry »


Ini Siapa

Dulu waktu saya jadi Pemimpin Redaksi di Boulevard ITB, saya sering mengoreksi tulisan yang faktanya diragukan dengan teknologi insert comment. Nah, pagi ini saya baca berita di National Geographic versi online, dan menemukan ada komen redaktur yang lepas ter-publish. Saya ndak ngecek versi cetaknya, tapi semoga nggak lepas cetak juga ya. Hihihi, jadi ingat masa-masa dulu.


Selalu Ada Cara

Iyah, saya barusan ditabrak.

Sedang mengendarai mobil orang lagi.

Saya sedang dalam keadaan belok, pelan, dan tiba-tiba ada mobil  Kijang yang menyerempet. Tak hanya itu, mobilnya laju plus menyeret mobil saya ke depan dan akhirnya membuat mobil yang saya kendarai menabrak lagi mobil di depannya yang sedang parkir. Si Kijang yang menyerempet dan menyeret sih cuma baret. Mobil yang saya kendarai ini, rusak parah. Saya nggak mau tampilkan pic-nya ah. Masih serem lihatnya.

Si bapak yang saya tabrak, akibat mobil saya yang terseret, baik sekali. Namanya Pak Soleh. Dia bilang, “Gampang lah ini, namanya juga kecelakaan. Mobilnya juga asuransi kantor, paling nanti bayar polisnya aja”. Saya bernafas lega, selain karena sudah terbayang bayarnya nggak mahal, juga karena senyum bapak Pak Soleh yang sungguh santai dan tidak menampakkan muka marah sama sekali. Ada lagi mobil yang terparkir di depan mobil Pak Soleh, penyok sedikiiit, mungkin butuh sedikit Ketok Magic.

Sekarang urusan sama mas Kijang. Saya bahkan lupa tanya namanya, tapi dia bertindak sebagai supir, bukan yang punya mobil. Ngobrol tentang kejadiannya begini begitu, ternyata dia tak mau mengaku salah dan menyeret, malah mau bawa ke Polisi. Saya jadi pusing. Yasudah, saya minta nomor yang punya mobil, lalu memutuskan untuk menelepon dan janjian. Namanya Pak Adi. Suaranya ramah sekali berbeda sama mas supir. Ngobrol sana sini, akhirnya kita memutuskan untuk bertemu sore ini. Telepon ditutup.

Buat yang belum pernah dalam kecelakaan, saya beritahu sesuatu, perasaan terkejutnya sungguh luar biasa. Terkejut dan takut, jadi susah dibedakan. Saya sampai sekarang masih gemetar nih. Tadi waktu dalam mobil rasanya mau pakai jurus Nadya saja, pura-pura mati. Tapi tentu nanti masalahnya ndak jadi selesai juga, hehehe. Saya mengobrol dengan orang-orang dan pikir-pikir lagi. Apa sih yang saya takutkan.

Saya takut, ganti bengkelnya besar? Ah, saya memang dalam keadaan tight budget sekarang, tapi rasanya masih ada cara yang terpikir untuk cari uang. Dibandingkan sama mas supir Kijang.

Saya jadi membayangkan, mas supir Kijang yang statusnya hanya supir. Gajinya, mungkin tak jauh dengan pegawai di toko saya. Jika diminta menggantikan mobil Vios yang segitu penyoknya, mungkin lebih pusing dari saya. Lebih kepikiran, lebih beban, lebih takut dari saya sekarang. Saya jadi mengerti kenapa dia sampai sebut-sebut kata Polisi dan tak mengaku, mungkin dia takutnya juga setengah mati. Dan Polisi jadi kata sakti, saat saya mengaku saya tak mengantongi SIM (ups, hehe).

Selalu ada cara untuk bersyukur. Peluang saya bisa cari uang cepat tentu lebih besar ketimbang mas supir Kijang. Saya tak punya tanggungan pula. Kalaulah nanti Pak Adi, majikannya, tak mau bantu saya urunan untuk mengganti semua penyok-penyok ini, mungkin memang ini ajang saya untuk beramal. Walaupun tentu besar harapan saya untuk Pak Adi ini baik hati. Hehe.

Satu lagi dong ya, selalu ada cara, untuk beramal.

Eh, doakan saya ya!